Tag Archives: filologi

Semenjak memasuki perkuliahan semester 5, naskah kuno menjadi barang mewah yang kami cari ke sana ke mari. Filologi merupakan mata kuliah yang baru kami pelajari di jurusan Sastra Arab UNS. Di bawah bimbingan pak Reza selaku pengampu mata kuliah, kami mempelajari apa itu filologi. Mata kuliah ini tidak jauh-jauh dari naskah kuno, karena naskah kuno merupakan obyek pembelajaran filologi. Pada pertengahan semester awal, kami mendapat tugas mencari naskah kuno asli. Mahasiswa mencari naskah secara berkelompok, termasuk kelompok kami yaitu kelompok 4. Kelompok ini terdiri dari 4 anggota, di antaranya Hani, Dila, Iqbal, dan Ferro. Perjalanan Pertama Masing-masing kelompok mendata museum-museum yang akan mereka kunjungi untuk dilihat naskahnya. Mayoritas memilih museum sekitaran Solo, karena jaraknya dekat dari kampus UNS. Berhubung kami diinstruksikan untuk mengunjungi museum yang berbeda antar kelompok, maka kelompok 4 mengambil pilihan museum di luar Solo supaya tidak sama dengan kelompok lain. Kami memilih Museum Sonobudoyo Yogyakarta sebagai tempat tujuan kami mencari naskah. Hari minggu, tanggal 9 Oktober, kami berangkat ke jogja dengan KRL dan sampailah di Museum Sonobudoyo 1. Sampai di sana sudah cukup siang, di depan museum antrian terlihat mengular sangat panjang. Kami cukup terkejut, karena jarang sekali kami temui museum yang seramai ini. Maka tak butuh waktu lama kami segera menyusul antrian yang begitu panjang. Selang beberapa saat, Ferro dan Iqbal mencari informasi terkait museum ini. Alangkah terkejutnya kami, setelah mendapat informasi ternyata museum yang kami kunjungi ini tidak terdapat naskah kuno yang kami cari. “Naskahnya terdapat di perpustakaan Museum Sonobudoyo 2, dan bisa di akses di hari kerja saja” kata bapak penjaga pintu masuk museum. Dan akhirnya kami putuskan untuk mengakhiri petualangan mencari naskah di Jogja, mengingat waktu sudah sore dan museum-museum sudah tutup. Kami kembali ke Solo dengan tangan kosong. Hunting Naskah di Solo Pada pencarian selanjutnya kami memutuskan untuk mengunjungi museum di Solo dengan pertimbangan jarak yang dekat dan waktu yang terbatas. Kami memulai pencarian di Museum Keris, letaknya di Jalan Bhayangkara No. 2, Sriwedari, Laweyan, Kota Solo, pada tanggal 11 Oktober 2022. Museum ini memiliki koleksi keris dan senjata-senjata dari kerajaan Hindu sampai kerajaan Islam. Di museum ini terdapat perpustakaan di lantai 2. Sayangnya, museum ini tidak menyimpan naskah asli, tetapi hanya menyimpan naskah yang di scan dan dicetak ulang. Naskah yang dimiliki berjudul “Serat Dhapur Dhuwung”, merupakan naskah yang ditulis pada era Kerajaan Mataram Islam yang ditulis dengan aksara jawa. Naskah dengan 105 halaman ini memuat macam-macam bentuk bangun senjata keris. Selain Museum Keris, kami juga melakukan pencarian naskah di Perpustakaan Masjid Agung Keraton Surakarta, pada tanggal 12 Oktober 2022. Lalu kami menemukan naskah kuno di Perpustakaan Masjid Agung Keraton Surakarta yang ditulis dengan tulisan bahasa Arab pegon. Naskah kuno ini terdiri dari 560 halaman, 14 baris per halaman. Ditulis pada bidang kertas Eropa dan cap kertasnya terdapat garis tebal dan garis tipis, disertai gambar mahkota GR. Dalam naskah tersebut pengarangnya tidak diketahui, disebutkan dalam keterangan naskahnya bahwa pengarang merupakan Anonim. Tingkat keterbacaannya dalam naskah kuno tersebut terbilang cukup tinggi karena masih bisa di baca, meskipun ada beberapa dari naskah yang tulisannya terlihat sudah luntur. Kondisi fisik naskahnya sendiri sudah ada beberapa halaman yang berlubang akibat robek. Demikian perjalanan kelompok kami mencari naskah kuno di Solo dan Yogya. Perjalanan singkat ini tentunya menambah pengetahuan dan wawasan seputar naskah dan museum yang dikunjungi. Penulis: Hani, Dila, Iqbal, dan Ferro

Naskah tentu tidak asing bagi para khalayak umum, terutama sastrawan atau akademisi di bidang budaya. Pengertian naskah yang kami pahami, yakni karya tulis atau hasil cipta manusia yang diperoleh bisa dari tangan, ketikan, bahkan salinan menggunakan alat teknologi yang sudah berkembang pada saat ini. Selain itu, naskah dapat dikatakan ‘kuno’ atau manuskrip ketika naskah tersebut sudah berusia 50 tahun atau lebih dan ditulis menggunakan tangan manusia. Dan biasanya naskah kuno memuat informasi yang penting tentang kehidupan masyarakat di masa lampau, seperti sosial, politik, ekonomi, budaya, bahkan tentang rahasia kesehatan orang-orang dahulu.  Naskah – naskah kuno di Indonesia banyak ragam variasi penulisannya, misalnya ada yang ditulis menggunakan bahasa arab asli, ada yang menggunakan huruf Jawi (ditulis menggunakan bahasa arab tapi dibaca dengan bahasa melayu), dan ada juga yang menggunakan huruf Pegon (ditulis menggunakan bahasa arab tapi dibaca dengan berbahasa daerah). Alhamdulillah, kami dari mahasiswa Sastra Arab berkesempatan untuk mencari naskah kuno di perpustakaan atau museum – museum tertentu. Kami mendapat amanat tugas tersebut karena berkaitan dengan salah satu disiplin ilmu pada semester 5, yakni Filologi. Setelah berdiskusi panjang, maka kami pun memutuskan untuk mencari di Perpustakaan Masjid Agung Surakarta pada siang hari yang terik sekitar pukul 1.  Setibanya disana, kami menemukan beberapa naskah yang terbilang sudah cukup tua dan banyak yang mengandung tentang informasi yang penting. Informasi penting itu banyak yang menyangkut masalah tauhid, fiqih, maupun perpolitikan pada masa kejayaan Islam di tanah Arab. Misalnya pada naskah IHYĂ ‘ULŪM  ĀL-DĪN Jilid ke-6 itu bertuliskan arab pegon dengan berisikan 722 halaman yang dikarang oleh Abu Hamid Al-Ghazali. Kondisi naskah yang diterima oleh Madrasah Mambaul Ulum pada tahun 1927 tersebut sudah terbilang rapuh, ditambah halaman depan berlobang.  Selain naskah yang telah kami jelaskan tadi, naskah-naskah kuno lainnya menggunakan bahasa arab tentunya. Meskipun, pada penulisan naskah tersebut menggunakan aksara pegon dan juga beberapa rubrikasi agar dapat lebih mudah dimengerti masyarakat jawa pada masa itu, khususnya Solo.  Naskah yang terbuat dari kertas eropa tersebut mulanya digunakan oleh Susuhunan Pakubuwono IV untuk menyebarkan pengaruh Islam yang sedang berkembang pada masa itu. Sang sultan sangat memperhatikan anggaran dananya untuk belanja pegawai dan keperluan masjid termasuk naskah kuno yang ada. Sang sultan juga memerlukan naskah kuno untuk mengatur masalah ‘teknis’ tentang waktu-waktu ibadah, seperti shalat 5 waktu dan 2 hari raya.  Kami cukup puas dengan ketersediaan naskah yang ada dan kami juga  sangat mengapresiasi perawatan yang dilakukan oleh pemerintah setempat maupun instansi yang bersangkutan. Ya… Walaupun, naskah yang terdapat di Perpustakaan Masjid Agung tergolong sedikit dari naskah-naskah kuno yang terdapat di seluruh penjuru Solo kami tetap bersyukur masih bisa menemukan naskah-naskah kuno sesuai dengan apa yang kita harapkan, yakni naskah kuno yang berjenis bahasa arab pegon. Penulis: Nashiruddin Dzaki Ramadhan, Nabila Wantika Maharani, Samah Afra Nuha, Shalsabila Nurmalasari, dan Zakiyatun Nur Saidah.