SURAKARTA, SASTRA ARAB UNS — “Menjadi guru bukan cita-cita awal saya, tapi minat itu tumbuh selama kuliah,” ungkap Rosi Dwi Sovani, alumni Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS) yang kini menjadi guru PNS di MI Negeri 1 Boyolali. Alumni angkatan 2014 ini membuktikan bahwa sarjana non-kependidikan pun bisa sukses berkarier sebagai pendidik. Perjalanan Rosi menjadi guru PNS berawal dari rasa penasaran. “Oktober 2018, tepat setelah wisuda, saya coba mendaftar CPNS untuk mengetahui sistem dan alur pendaftarannya,” kenang perempuan asal Grobogan ini. Saat itu, ia sedang menempuh S2 di UIN Raden Mas Said Surakarta. “Kebetulan di Kemenag ada formasi Guru Bahasa Arab yang bisa diisi lulusan Sastra Arab. Saya tidak ragu mendaftar karena sudah jelas tertulis dalam persyaratan,” jelasnya. Di luar dugaan, Rosi lulus di percobaan pertama dan ditempatkan di MI Negeri 2 Pati. Guru yang Menginspirasi “Jangan jadi guru yang biasa-biasa saja. Jadilah guru yang luar biasa agar bisa menginspirasi anak-anak didik,” tegas Rosi yang kini aktif di dunia kepenulisan. Prestasinya termasuk menulis jurnal pendidikan, menjadi pembicara seminar nasional Kemenag, meraih beasiswa LPDP non-gelar, dan terpilih sebagai penulis soal AKMI (Asesmen Kompetensi Madrasah Indonesia) tingkat nasional. Mata kuliah di Sastra Arab UNS seperti Nahwu, Shorof, Balaghah, dan Percakapan Arab sangat menunjang profesinya. “Saat ini, semua guru wajib mengikuti PPG untuk mendapatkan Sertifikat Pendidik, baik dari prodi pendidikan maupun non-pendidikan,” jelasnya. Tips Sukses CPNS Bagi yang berminat mengikuti jejaknya, Rosi menyarankan untuk selalu update informasi tipe soal terbaru SKD dan SKB. “Belajar materi penting, tapi yang lebih penting adalah banyak latihan soal untuk melatih bernalar kritis,” ujarnya. Untuk SKB formasi guru Kemenag, ia menjelaskan ada tiga tahap: psikotest, microteaching, dan wawancara. “Saat wawancara, tunjukkan minat yang tinggi sebagai calon guru, baik posisi di sekolah maupun di masyarakat,” sarannya. Pesan untuk Calon Guru “Ketika memutuskan menjadi guru, jadikan diri dan ruhmu sebagai pendidik yang tulus,” pesan Rosi. Menurutnya, guru tidak hanya mengajar materi, tapi juga mendidik adab dan akhlak. “Saya bangga dan bahagia menjadi bagian dari usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Meski tidak mudah menghadapi berbagai kondisi peserta didik dan dinamika sistem kurikulum, setidaknya ilmu yang saya dapat bisa bermanfaat bagi anak-anak didik,” tutupnya. Kesuksesan Rosi membuktikan bahwa gelar Sastra Arab bisa menjadi pintu masuk ke dunia pendidikan, asalkan dibekali minat yang kuat dan komitmen untuk terus berkembang. [adm]
Grup Riset Kajian Timur Tengah UNS Latih Siswa Madrasah Muallimaat Yogyakarta Baca Teks Arab Gundul
YOGYAKARTA, SASTRA ARAB UNS — Grup riset (research grup) Kebudayaan Timur Tengah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) menggelar pelatihan membaca teks Arab gundul di Madrasah Muallimaat Muhammadiyah Yogyakarta. Pelatihan empat hari ini bertujuan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami referensi Islam klasik. “Banyak buku referensi hukum Islam ditulis tanpa harakat atau ‘gundul’. Sayangnya, masih banyak santri di pondok pesantren modern yang kesulitan membacanya meski telah belajar ilmu Nahwu dan Sharaf,” ujar ketua tim pengabdian, Ahmad Jazuli, S.S., M.A., Rabu (6/11/2024). Permasalahan serupa juga dialami siswa Madrasah Muallimaat Muhammadiyah Yogyakarta. “Pembelajaran Nahwu dan Sharaf selama ini lebih banyak mengandalkan hafalan dan pemahaman kaidah, tanpa praktik langsung pada teks Arab,” jelasnya. Empat Hari Intensif Pelatihan dirancang dengan skema pembelajaran yang sistematis. Hari pertama, siswa dibekali materi pengenalan fungsi ilmu Nahwu dan Sharaf yang dikemas secara menarik, dilanjutkan dengan pretest untuk mengukur pemahaman awal. “Di hari kedua, kami membimbing siswa berlatih membaca teks Arab gundul dengan benar berdasarkan kaidah Nahwu dan Sharaf. Hari ketiga fokus pada praktik memberi harakat,” paparnya. Pelatihan ditutup dengan postest dan evaluasi bersama di hari keempat. “Hasilnya menunjukkan peningkatan signifikan dibanding pretest. Ini membuktikan metode pembelajaran yang kami terapkan berhasil,” tambahnya. Pentingnya Praktik Langsung Menurut tim pengabdi, kunci keberhasilan pelatihan ini terletak pada pendekatan praktis. “Siswa tidak hanya menghafal kaidah, tapi langsung mempraktikkannya pada teks Arab gundul,” jelasnya.“Kami berharap metode ini bisa menjadi contoh pembelajaran Nahwu dan Sharaf yang efektif dan menarik bagi madrasah-madrasah lain,” tutupnya. Pelatihan yang diikuti puluhan siswa ini merupakan bagian dari program pengabdian masyarakat FIB UNS dalam meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Arab di Indonesia. [JAZ]
Segera Daftar! Dosen Sastra Arab UNS Berbagi Ilmu di Diklat Nasional
SURAKARTA, SASTRA ARAB UNS — Abdul Malik, S.S., M.Hum., dosen Program Studi Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS) akan menjadi narasumber dalam Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Nasional Mata Pelajaran Pendidikan Bahasa Arab yang diselenggarakan secara daring pada 14-17 November 2024. “Pelatihan ini akan fokus pada peningkatan kemampuan berbicara bahasa Arab, termasuk teknik dan praktik efektif dalam pengajarannya,” ungkap Abdul Malik saat dihubungi, Jumat (8/11/2024). Diklat yang bernilai 38 jam pelajaran (JP) ini akan dilaksanakan melalui platform Zoom dan disiarkan langsung di kanal YouTube e-Guru TV setiap malam mulai pukul 19.30 WIB. Program ini terbuka bagi guru bahasa Arab dari seluruh Indonesia dengan sistem donasi sukarela. “Peserta akan mendapatkan berbagai fasilitas, mulai dari materi diklat, rekap daftar hadir, hingga contoh laporan pengembangan diri,” jelas Abdul Malik. Selain itu, peserta juga akan memperoleh e-sertifikat dan kesempatan membangun relasi dengan guru bahasa Arab se-Indonesia. Ketua Program Studi Sastra Arab UNS, Dr. Reza Sukma Nugraha, M.Hum., mengapresiasi keterlibatan dosen Sastra Arab dalam pelatihan nasional ini. “Ini merupakan bentuk kontribusi nyata civitas akademika UNS dalam pengembangan pengajaran bahasa Arab di Indonesia,” ujarnya. Diklat dengan kuota terbatas ini menerima pendaftaran melalui tautan https://s.id/Daftar38JP-BhsArabNov24. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi panitia melalui WhatsApp di nomor 089616894351 (Admin Cahya) atau 0895320377467 (Admin Bayu).
Tak Sepopuler HI atau Ilmu Politik, Alumni Sastra Arab UNS Buktikan Bisa Jadi Diplomat
“Menjadi diplomat tidak harus dari jurusan Hubungan Internasional,” ujar Mohammad Yasir, alumni Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS) yang kini bertugas sebagai Pejabat Fungsi Ekonomi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Alger, Aljazair. Pria kelahiran Ngawi ini membuktikan bahwa lulusan Sastra Arab memiliki peluang yang sama untuk berkiprah di dunia diplomasi. Perjalanan Yasir ke dunia diplomasi berawal dari sebuah kesempatan. “Saat itu ada lowongan CPNS di Kementerian Luar Negeri untuk formasi diplomat, dan salah satu yang dibutuhkan adalah lulusan Sastra Arab,” kenang alumnus angkatan 2013 ini. Meski mengakui bahwa alumni Sastra Arab tidak sepopuler lulusan Hubungan Internasional, Ilmu Hukum, Ilmu Politik, atau Ilmu Ekonomi dalam dunia diplomasi, Yasir melihat keunggulan tersendiri. “Lulusan Sastra Arab memiliki nilai plus, terutama dalam kemampuan berbahasa Arab dan pemahaman kultur Timur Tengah yang mumpuni,” jelasnya. Tantangan Seorang Diplomat “Keahlian paling dasar seorang diplomat adalah kemampuan beradaptasi,” tegas Yasir. Ia menjelaskan bahwa seorang diplomat bisa ditempatkan di berbagai negara dengan situasi yang berbeda-beda. “Bayangkan, dari KBRI Berlin yang lengkap fasilitasnya, bisa saja penempatan selanjutnya di KBRI Kyiv atau Khartoum yang sedang dilanda konflik.” Selain adaptasi, kemampuan berbahasa asing, berdiplomasi, dan bernegosiasi juga menjadi kunci. Di sinilah peran mata kuliah yang ia terima di Sastra Arab UNS. “Mata kuliah Etika Diplomasi memberi pemahaman dasar tentang praktek diplomasi. Sedangkan mata kuliah terkait Timur Tengah, baik bahasa, sastra, sejarah, maupun politik sangat membantu tugas saya,” ungkapnya. Hidup di Negeri Orang Bertugas di Aljazair memberi Yasir banyak pengalaman berharga. “Di sini kita belajar mengenal orang lain dari segala aspek kehidupan, mulai dari budaya, ekonomi, politik, hingga adat istiadat,” ceritanya. Interaksi dengan berbagai kalangan juga membuat cara pandangnya terhadap keberangaman lebih terbuka. Meski harus beradaptasi di awal penempatan, Yasir mengaku dimudahkan karena kesamaan agama. “Aljazair dan Indonesia sama-sama negara Muslim, jadi proses adaptasinya lebih mudah,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa hubungan historis kedua negara sangat erat, bahkan sebelum kemerdekaan Aljazair. “Indonesia juga membantu kemerdekaan Aljazair, kala itu nama Aljazair digaungkan pertama kali di hadapan forum internasional di Konferensi Asia-Afrika Bandung tahun 1955, jadi masyarakat Aljazair sangat menghormati Indonesia,” tambahnya. Ia juga menikmati keuntungan geografis Aljazair. “Dari sini, kita bisa berlibur ke Eropa yang jaraknya dekat. Bahkan untuk haji dan umrah juga lebih mudah.” Pesan untuk Mahasiswa Sastra Arab UNS “Ditunggu ya, alumni Sastra Arab UNS untuk jadi diplomat selanjutnya,” pesan Yasir dengan penuh semangat. Pengalamannya membuktikan bahwa lulusan Sastra Arab dapat membuka pintu karier yang tak terduga, bahkan hingga ke dunia diplomasi. Dari Sastra Arab UNS hingga ke dunia diplomasi di KBRI Alger, Yasir membuktikan bahwa dengan kemampuan bahasa dan pemahaman budaya yang kuat, seorang lulusan Sastra Arab bisa mengemban tugas mulia sebagai duta bangsa di kancah internasional. “Yang terpenting adalah kesiapan untuk terus belajar dan beradaptasi. Karena di dunia diplomasi, setiap hari adalah kesempatan baru untuk belajar,” pungkasnya. [adm]
Sastra Arab UNS Dukung Program Wakaf Goes to Campus 2024
SURAKARTA, SASTRA ARAB UNS — Program Studi Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS) turut berpartisipasi dalam kegiatan Waqaf Goes to Campus (WGTC) XIV Solo Raya yang diselenggarakan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) di UNS, Rabu (6/11/2024). “Keikutsertaan mahasiswa Sastra Arab dalam kegiatan ini menjadi bekal pengetahuan dan wawasan mereka dalam hal pengelolaan wakaf. Ini juga menunjang pembelajaran dalam mata kuliah-mata kuliah yang berhubungan dengan keislaman,” ungkap Dr. Reza Sukma Nugraha, M.Hum., Ketua Program Studi Sastra Arab UNS. Dalam kesempatan yang sama, Ketua BWI, Prof. Kamaruddin Amin, mendorong peran aktif perguruan tinggi sebagai nadzir wakaf. “Berharap suatu saat UNS dan kampus-kampus yang ada di sekitarnya termasuk UIN menjadi nadzir wakaf uang. Kampus diharapkan bisa mengumpulkan kebaikan-kebaikan yang ada pada mahasiswa, dosen, dan masyarakat,” jelasnya. Peran Mahasiswa BWI mengajak mahasiswa berperan aktif dalam gerakan wakaf. “Kalau bisa mengajak anak-anak muda Indonesia menjadikan wakaf itu sebagai gaya hidup, kita akan membangun sebuah peradaban yang sangat dahsyat,” ajak Kamaruddin. “Siapapun bisa berwakaf dengan angka yang sangat kecil, bisa Rp 10 ribu, bisa Rp 20 ribu. Kalau seluruh kelas menengah Indonesia bersama dengan mahasiswa melakukan gerakan wakaf yang sama, akan menghasilkan potensi yang sangat luar biasa,” lanjutnya. Komitmen UNS Rektor UNS, Prof. Hartono, menyambut positif inisiatif BWI dan menyatakan komitmen universitas untuk mendukung pengembangan wakaf produktif. “Ruang lingkup nota kesepahaman antara UNS dan perguruan tinggi di Solo Raya dengan BWI akan memungkinkan kolaborasi dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, terutama dalam peningkatan dan pengembangan kualitas SDM,” ujarnya. Acara WGTC XIV Solo Raya ditutup dengan seminar nasional yang membahas berbagai aspek wakaf produktif. Mahasiswa Sastra Arab UNS yang hadir diharapkan dapat menjadi agen perubahan dalam mengembangkan wakaf di kalangan generasi muda. [adm, foto: Andin]
Dari Pesantren ke Leeds: Perjalanan Alumni Sastra Arab UNS Tembus Kampus Top Dunia
Di tahun keduanya sebagai mahasiswa program doktoral Arabic Islamic & Middle Eastern Studies di University of Leeds, Inggris, Gun Gun Gunawan membuktikan bahwa latar belakang Sastra Arab bisa membawa seseorang melangkah jauh. Pemuda asal Pangandaran yang tumbuh di lingkungan pesantren ini berhasil mengubah mimpinya menjadi kenyataan berkat beasiswa LPDP. “Sejak kecil, saya sudah akrab dengan bahasa Arab dan sejarah Islam. Tumbuh di lingkungan pesantren membuat saya jatuh cinta dengan khazanah budaya Arab,” ungkap Gun Gun, yang merupakan alumni Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS) angkatan 2013. Dari Pesantren ke Kampus Perjalanan Gun Gun dari pesantren hingga ke ruang kuliah di Inggris adalah bukti bahwa mimpi bisa diraih dengan kerja keras dan tekad yang kuat. “Ketika di Aliyah, seiring bertambahnya bahan bacaan, minat saya terhadap studi bahasa dan budaya Arab semakin dalam,” kenangnya. Sastra Arab UNS menjadi pilihan Gun Gun karena kurikulumnya. “Program studi ini tidak hanya mengajarkan bahasa, tetapi juga sastra, budaya, hingga politik yang berkaitan dengan dunia Arab dan Islam. Ini yang membedakannya dengan program studi serupa di tempat lain,” jelas alumnus angkatan 2013 ini. Mimpi di Negeri Asing Di balik keputusannya melanjutkan studi ke Inggris, tersimpan cita-cita besar untuk menjadi akademisi di bidang Kajian Timur Tengah. “Kajian Arab dan Islam secara akademik itu sangat menarik dan dinamis. Kita bisa melihat sisi lain dari khazanah keislaman dan Arab dengan sudut pandang yang berbeda,” tuturnya dengan mata berbinar. Inggris, menurut Gun Gun, bukan pilihan sembarangan. “Negara ini telah menjadi pusat kajian Islam dan Timur Tengah sejak berabad-abad silam. Di sini, kita bisa belajar langsung dari para profesor ahli dan mengakses sumber pustaka yang sangat lengkap,” jelasnya. Namun, kuliah di negeri orang tentu bukan tanpa tantangan. Gun Gun mengaku harus berjuang ekstra dengan bahasa Inggris. “Meski sudah memenuhi standar minimal IELTS, awal-awal masih perlu adaptasi untuk memahami logat lokal. Saya aktif berkomunikasi dengan mahasiswa non-Indonesia dan mengikuti forum-forum diskusi untuk melancarkan bahasa,” kenangnya. Sistem Ph.D. di Inggris yang berbasis riset mandiri juga menuntut disiplin tinggi. “Tidak ada mata kuliah, kita dituntut melakukan riset mandiri di bawah bimbingan supervisor. Kalau malas, bisa sulit lulus karena penilaian hanya dari hasil riset,” jelasnya. Untuk mengatasi ini, Gun Gun rutin mengikuti kelas-kelas S-1 dan training akademik untuk menambah pengetahuan. UNS sebagai Batu Loncatan Gun Gun mengakui peran besar Sastra Arab UNS dalam pencapaiannya. “Perkuliahan di Sastra Arab adalah starting point kehidupan akademik saya. Di sini saya mulai mengenal aktivitas ilmiah dan kepenulisan,” ungkapnya sambil tersenyum. Pengalaman mengikuti program pertukaran ke Mesir dan konferensi internasional di Malaysia saat kuliah menjadi modal berharga. “Aktivitas-aktivitas ini sangat membantu saat menulis esai personal statement dan rencana kontribusi untuk beasiswa LPDP,” tambahnya. Berkontribusi untuk Negeri Meski jauh di negeri orang, Gun Gun tidak melupakan tanah kelahirannya. “Sejak lulus dari UNS, saya sudah membantu di pesantren keluarga. Setelah lulus nanti, selain menjadi akademisi, saya ingin mengembangkan pesantren di kampung halaman,” ujarnya mantap. Kepada mahasiswa Sastra Arab, Gun Gun berpesan untuk menikmati proses. “Kuliah di Sastra Arab bisa mengantarkan teman-teman jadi apapun. Lihat saja alumni kita yang berkiprah di berbagai sektor, dari diplomat, ASN kementerian, hingga wirausahawan,” ujarnya. “Gali potensi diri dan aktif dalam pengembangan diri. Ikut organisasi, kompetisi, dan kegiatan internasional. Proaktif mencari peluang dan senantiasa tanggap dengan dinamika perkembangan zaman,” tegas Gun Gun. Di perpustakaan University of Leeds yang megah, Gun Gun kembali membuka lembar demi lembar buku kajiannya. Sosoknya adalah bukti nyata bahwa gelar Sastra Arab bisa menjadi tiket untuk menggapai mimpi setinggi langit, bahkan hingga ke negeri Ratu Elizabeth. “Jangan pernah takut bermimpi besar. Sastra Arab UNS telah membuktikan mampu melahirkan lulusan yang bisa bersaing di kancah internasional,” pungkasnya penuh optimisme. [adm]
Dua Juara 1 untuk Sastra Arab UNS dalam Festival Khazanah Arab 2024
SURAKARTA, SASTRA ARAB UNS — Program Studi Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS) meraih prestasi membanggakan dalam Festival Khazanah Arab 2024 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Arab UIN Raden Mas Said Surakarta. Dua mahasiswi angkatan 2023 berhasil menyabet gelar juara pertama dalam dua kategori berbeda. Stephani Hardiyati Wibowo menjadi yang terbaik dalam lomba Qira’atu asy-Syi’r (membaca puisi Arab), sementara Nur Aeni Abdillah meraih juara pertama dalam kategori Ghina ‘Arabi (menyanyi lagu Arab). Pengumuman pemenang disampaikan pada Kamis (31/10/2024). “Semoga keikutsertaan mahasiswa dalam lomba benar-benar murni sebagai motivasi diri untuk mengekspresikan minat dan meningkatkan keterampilan yang mereka miliki. Kami bangga terhadap keduanya,” ungkap Dr. Reza Sukma Nugraha, M.Hum., Ketua Program Studi Sastra Arab UNS. Festival yang digelar tingkat nasional ini mempertandingkan lima kategori lomba. Sastra Arab UNS berhasil mendominasi dengan memenangkan dua kategori utama melalui mahasiswi tahun pertamanya.Prestasi ini semakin memantapkan posisi Prodi Sastra Arab UNS dalam peta kompetisi bahasa dan sastra Arab di tingkat nasional. [adm]
Dari Skripsi hingga Disertasi, Dosen UNS Tekuni Filosofi Silat
SURAKARTA, SASTRA ARAB UNS — “Pencak silat bukan sekadar ilmu bela diri, melainkan filosofi hidup yang mengajarkan manusia untuk mengenali jati diri,” ujar Dr. Suryo Ediyono, M.Hum., dosen Filsafat dan Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) dalam siaran podcast “Jagongan” Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta, Jumat (25/10/2024). Suryo, yang telah mencapai level pendekar, menjelaskan makna filosofis di balik ungkapan “musuh jangan dicari, kalau ketemu jangan lari” yang menjadi pedoman dalam pencak silat. “Filosofi ini melambangkan bahwa silat sejatinya adalah seni membela diri, bukan mencari musuh. Penggunaannya hanya untuk saat-saat terdesak,” jelasnya kepada Roy Rohim, host acara tersebut. Ketertarikan Suryo pada pencak silat bermula dari masa SMA, ketika dia terkesan melihat pesilat yang memiliki kekebalan tubuh. Minat ini kemudian berlanjut hingga jenjang akademik. “Saya menjadikan pencak silat sebagai tema penelitian sejak skripsi, tesis, hingga disertasi,” ungkap pakar kajian silat ini. Dalam pandangannya, pencak silat memiliki hubungan erat dengan fitrah manusia. “Sejak lahir, manusia sebenarnya telah dibekali kemampuan bela diri alamiah. Contohnya, bayi akan menangis untuk mengomunikasikan bahwa ada sesuatu yang terjadi pada dirinya,” paparnya. “Jagongan” merupakan program kerja sama RRI Surakarta dengan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNS yang menghadirkan berbagai topik budaya dan kearifan lokal. Melalui program ini, nilai-nilai filosofis pencak silat diharapkan dapat lebih dipahami masyarakat luas. “Mempelajari pencak silat bukan hanya tentang teknik bertarung, tetapi juga tentang bagaimana mengenali dan mengendalikan diri,” tutup Suryo, menekankan pentingnya aspek spiritual dalam seni bela diri tradisional ini. [adm]
Dosen UNS Eva Farhah: Pamit, Tradisi Bermakna yang Tergerus Zaman
SURAKARTA, SASTRA ARAB UNS — “Sejak kecil, anak-anak Indonesia telah dikenalkan dengan budaya pamit melalui lagu-lagu yang akrab di telinga. Namun, tradisi sarat makna ini kini mulai memudar,” ungkap Dr. Eva Farhah, S.S., M.A., dosen Program Studi Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS) dalam siniar “Jagongan” yang disiarkan Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta, Jumat (18/10/2024). Tertanam dalam Syair Lagu Dalam perbincangan yang dipandu Dedi Setiadi, Eva menjelaskan bagaimana nilai-nilai pamit telah ditanamkan melalui lagu “Pergi Belajar” karya Ibu Sud dan lagu Jawa “Esuk-esuk Srengengene”. “Lagu-lagu ini bukan sekadar hiburan, tetapi media pembelajaran yang mengajarkan pentingnya meminta izin dan restu,” tuturnya. “Oh, Ibu dan Ayah, selamat pagi, kupergi belajar sampaikan nanti,” demikian penggalan lagu Ibu Sud yang menjadi pengingat pentingnya pamit sebelum berangkat sekolah. Begitu pula dengan “Esuk-esuk srengengene lagi metu, sibu. Nyuwun pangestu kang putra badhe sinau, sibu,” yang mengajarkan nilai serupa dalam bahasa Jawa. Eva memaparkan enam manfaat penting dari tradisi berpamitan. “Selain membangun sikap saling menghormati dan menghargai, pamit juga menjadi momen memohon restu,” jelasnya. Ia menambahkan, kebiasaan ini juga mempererat ikatan keluarga melalui kehangatan yang terjalin saat berpamitan. Aspek keamanan juga menjadi nilai plus dari tradisi pamit. “Saat berpamitan, kita bisa mengetahui tujuan, dengan siapa, dan kapan waktu kepulangan. Ini cara mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,” papar Eva. Dalam era digital, Eva menjelaskan bahwa pamit bisa dilakukan dengan berbagai cara. “Bisa secara langsung dengan sowan, melalui telepon atau WhatsApp, atau diwakilkan oleh orang lain,” ujarnya. Yang terpenting, lanjut Eva, adalah cara penyampaiannya: menggunakan bahasa yang baik, tenang, sopan, dan dengan wajah sumringah. Fenomena Tidak Pamit Menariknya, Eva juga mengulas makna di balik perilaku tidak berpamitan. “Ada delapan kemungkinan mengapa seseorang memilih tidak pamit,” jelasnya. Mulai dari sifat introvert, tidak terbiasa, hingga keinginan menjaga stabilitas lingkungan. “Orang yang tidak berpamitan sebenarnya memiliki effort kerja lebih keras. Mereka harus memastikan diri dalam keadaan aman dan lingkungan sekitar tetap nyaman,” tambahnya. Beberapa bahkan memilih tidak pamit karena ingin memberi kejutan positif saat sudah berhasil. “Datang tampak muka, pergi tampak punggung,” kutip Eva mengakhiri perbincangan. Pepatah ini menegaskan bahwa pamit bukan sekadar formalitas, melainkan cermin adab dan tata krama yang telah mengakar dalam budaya Indonesia. “Berpamitan selalu lebih baik daripada tidak. Selain mendapat doa, pamit juga memudahkan yang ditinggalkan untuk memberi informasi jika ada yang mencari,” tutupnya, mengingatkan bahwa di balik kesuksesan selalu ada doa dan restu orang-orang terdekat. [adm]
Hadapi Era AI, Pakar UNS: Penerjemah Manusia Tetap Tak Tergantikan
SURAKARTA, SASTRA ARAB UNS — “Meski teknologi kecerdasan buatan (AI) berkembang pesat, peran penerjemah manusia tetap tidak tergantikan,” ungkap Dr. Muhammad Yunus Anis, M.A., pakar penerjemahan dari Program Studi Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS) dalam kuliah pakar di Ruang Seminar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNS, Selasa (8/10/2024). Pernyataan tersebut disampaikan dalam rangkaian kunjungan mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) Universitas Darussalam Gontor (UNIDA) ke Prodi Sastra Arab UNS. Kunjungan ini merupakan bagian dari program Studi Pengayaan Lapangan yang dilaksanakan UNIDA ke beberapa universitas di Jawa Tengah. “Ada aspek-aspek dalam penerjemahan yang tidak bisa digantikan oleh mesin,” tegas Yunus Anis saat memaparkan tren penelitian penerjemahan dan peran AI dalam praktik penerjemahan. Dia mengajak mahasiswa untuk memahami potensi sekaligus keterbatasan teknologi dalam bidang penerjemahan. Dekan FIB UNS, Dr. Dwi Susanto, M.Hum., dalam sambutannya menyambut positif kunjungan ini. “Kunjungan ini memperkuat kerja sama yang telah terjalin baik antara FIB UNS dan UNIDA selama ini,” ujarnya. Dr. Muhammad Ismail, M.Pd.I., perwakilan dosen UNIDA, menjelaskan latar belakang kunjungan ini. “Kami ingin memberi pemahaman kepada mahasiswi tentang luasnya khazanah bahasa Arab, mulai dari sastra, linguistik, hingga budayanya,” jelasnya. Sementara itu, Ketua Program Studi Sastra Arab UNS, Dr. Reza Sukma Nugraha, M.Hum., memperkenalkan keunikan program studinya. “Kami memiliki empat peminatan yang dapat dipilih mahasiswa: Sastra, Linguistik, Penerjemahan, dan Kebudayaan Timur Tengah,” paparnya. Kuliah pakar yang dihadiri mahasiswi PBA UNIDA dan mahasiswa Sastra Arab UNS ini menjadi wadah berbagi pengetahuan sekaligus mempererat hubungan antar institusi. Acara ini juga membuka wawasan mahasiswa tentang perkembangan terkini dalam dunia penerjemahan, khususnya di era digital. “Perpaduan antara kompetensi manusia dan teknologi AI akan menghasilkan karya terjemahan yang lebih berkualitas,” tutup Yunus Anis, menekankan pentingnya adaptasi terhadap perkembangan teknologi tanpa melupakan peran vital penerjemah manusia. [adm]