Bagi sebagian orang, wayang hanya dilihat sebagai seni pertunjukan. Namun tidak bagi Zaki Nugrah Maulana Syarif (18), mahasiswa Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS) yang akrab dipanggil Ki Zaki. Mengikuti jejak Sunan Kalijaga, dalang muda ini melihat wayang sebagai media dakwah yang efektif untuk menyampaikan nilai-nilai keislaman. Kisah Zaki dengan dunia pewayangan dimulai dari sang nenek. “Dari kecil saya dikenalkan wayang oleh almarhum nenek, meski sebelumnya tak ada keturunan seniman apalagi dalang,” kenangnya. Kecintaannya pada wayang membuat bocah tiga tahun ini rela menempuh jarak jauh hanya untuk menonton pertunjukan. “Melihat antusiasme saya, orang tua akhirnya memasukkan saya ke sanggar,” ujar pemuda asal Pucang, Bawang, Banjarnegara ini. Setahun berlatih, Zaki mencatatkan namanya sebagai dalang termuda dalam acara pentas apresiasi talenta bocah dari dinas. Dakwah Melalui Wayang Konsistensi Zaki dalam dunia pewayangan membuahkan hasil. Saat kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah, ia memberanikan diri mengikuti lomba dalang dan meraih juara 4. Prestasi ini menjadi awal dari sederet pencapaiannya, termasuk juara 2 lomba dalang tingkat Nasional tahun 2019. “Tahun 2024 saja sudah pentas sekitar 10 kali, bahkan beberapa tawaran harus saya tolak karena kuliah,” ungkap dalang yang baru-baru ini tampil di Pendopo Banjarnegara dalam rangka Hari Wayang Nasional. Pilihan Zaki melanjutkan studi ke Sastra Arab UNS bukan tanpa alasan. “Saya ingin seperti Sunan Kalijaga, menggunakan wayang sebagai media dakwah,” ujarnya. Dukungan orang tua memperkuat tekadnya. “Ibunda berpesan agar menjadikan dalang sebagai hobi yang dibayar, bukan profesi utama. Sementara ayah mendukung saya untuk berdakwah seperti Sunan Kalijaga,” jelasnya. Kreativitas Zaki dalam memadukan ilmu di bangku kuliah dengan seni pewayangan sudah terlihat. Dalam lomba Story Telling di Korwil Banyumas, ia berhasil meraih juara 1 tingkat karesidenan dengan menampilkan suluk berbahasa Arab. Menjaga Warisan Budaya Baru-baru ini, Zaki bersama dua dalang remaja lainnya, Ki Tedi dan Ki Ikhsan, menampilkan lakon Babad Wana Marta di Pendopo Banjarnegara. Lakon yang menceritakan berdirinya negara Amarta oleh Pandawa Lima ini sarat dengan nilai-nilai filosofis seperti kesungguhan, tekad, dan perjuangan kebaikan melawan kejahatan. “Alhamdulillah, senang sekali bisa dapat pengalaman baru,” ujar Zaki yang mengaku baru pertama kali tampil di Pendopo Banjarnegara meski sudah sering pentas di luar provinsi, termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta. Di tengah studinya di Sastra Arab UNS, Zaki tetap berkomitmen melestarikan warisan budaya sekaligus menjadikannya media dakwah yang efektif, mengikuti jejak Sunan Kalijaga yang dia idolakan. [adm]
Di Balik Media Center Kementerian ATR/BPN, Ada Lulusan Sastra Arab UNS
Latar belakang pendidikan bukan penghalang untuk berkarier di bidang kehumasan pemerintah. Hal ini dibuktikan oleh Dedy Darmawan Nasution, alumnus Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS) angkatan 2012 yang kini menjabat sebagai Konsultan Perorangan Media Center di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Sebelum bergabung dengan ATR/BPN, Dedy mengawali kariernya sebagai reporter ekonomi di Harian Republika selama lima tahun. “Saya banyak menangani isu-isu ekonomi, termasuk pernah meliput terkait pertanahan dan tata ruang,” kenangnya. Awal 2024, ia mengikuti seleksi Konsultan Perorangan Media Center ATR/BPN. “Dari delapan kandidat, saya beruntung bisa lolos seleksi,” ujar pria yang kini berdomisili di Bogor ini. Posisi ini, yang sebelumnya dikenal sebagai Tenaga Ahli, merupakan jalur rekrutmen mandiri untuk profesional tanpa melalui proses CPNS. Menariknya, ilmu yang ia dapat di Sastra Arab ternyata sangat mendukung pekerjaannya. “Mata kuliah seperti Jurnalistik, Kebudayaan Timur Tengah, Etika Diplomasi, hingga Kajian Lintas Budaya memberikan wawasan yang bisa diaplikasikan dalam dunia kehumasan,” jelasnya. “Saya ingin menegaskan bahwa lulusan Sastra juga bisa berkarier di berbagai bidang,” ujarnya saat berbagi pengalaman. Tantangan dan Adaptasi Sebagai Konsultan Media Center, Dedy bertanggung jawab menjaga relasi dengan para jurnalis dan menangani krisis komunikasi. “Sangat menantang dan memberikan banyak pelajaran baru. Dulu saya yang dilayani humas, sekarang saya yang melayani wartawan,” ujarnya. Beralih dari swasta ke instansi pemerintah juga membawa tantangan tersendiri. “Dengan iklim dan budaya kerja yang berbeda, kita dituntut untuk cepat beradaptasi dan mampu mengimbangi situasi sosial,” tambahnya. Kepada mahasiswa Sastra Arab, Dedy memberikan empat kunci sukses. “Pertama, kuasai bahasa asing sebaik mungkin. Kedua, petik intisari dari setiap pelajaran. Ketiga, aktif berorganisasi dan belajar memimpin. Keempat, rajin menulis dan ikuti lomba,” pesannya. “Apapun yang kita pelajari di bangku kuliah bisa menjadi bekal berharga saat terjun ke dunia kerja,” tutup Dedy, membuktikan bahwa pendidikan sastra bisa menjadi fondasi untuk berbagai pilihan karier. [adm]
Sastra Arab UNS Raih Status Akreditasi Unggul
SURAKARTA, SASTRA ARAB UNS — Program Studi Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS) berhasil meraih status Akreditasi Unggul dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Status ini tertuang dalam Surat Keputusan tertanggal 12 November 2024 dan berlaku hingga 30 September 2025. Akreditasi Unggul ini merupakan hasil konversi dari status akreditasi sebelumnya yang telah mencapai peringkat A. “Pencapaian ini adalah buah kerja keras seluruh civitas akademika Sastra Arab UNS,” ungkap Dr. Reza Sukma Nugraha, M.Hum., Ketua Program Studi Sastra Arab UNS. “Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam mewujudkan hasil konversi ini,” tambahnya. Reza berharap dengan status baru ini, Program Studi Sastra Arab bisa terus memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Status Akreditasi Unggul merupakan pengakuan tertinggi yang diberikan BAN-PT terhadap mutu pendidikan suatu program studi. [adm]
Bahasa Arab vs AI: Dosen Sastra Arab UNS Paparkan Batas Kemampuan Mesin Penerjemah
SURAKARTA, SASTRA ARAB UNS — Meski teknologi penerjemahan terus berkembang, kecerdasan buatan (AI) masih memiliki keterbatasan dalam menerjemahkan bahasa Arab. “Mesin penerjemah otomatis umumnya baru berada di survival level, sementara pemahaman bahasa butuh lebih dari sekadar terjemahan kata per kata,” ungkap Abdul Malik, S.S., M.Hum., dosen Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS) dalam Diklat Nasional Mata Pelajaran Bahasa Arab, Kamis (14/11/2024). Di hadapan lebih dari 170 guru dari berbagai kota di Indonesia, Malik menjelaskan bahwa mesin tidak mampu memahami konteks budaya dalam bahasa. “Kata ‘هتف’ bisa berarti ‘berbisik’ dalam kultur Sudan atau ‘menelepon’ dalam kultur Mesir. Relevansi seperti ini berada di luar algoritma mesin,” paparnya. Malik juga mencontohkan bagaimana istilah-istilah bermuatan budaya tidak bisa diterjemahkan secara leksikal. “Butuh pemahaman mendalam untuk menerjemahkan konsep seperti ‘tumpang sari’ ke dalam bahasa Arab. Mesin tidak bisa memberikan deskripsi yang tepat untuk hal-hal semacam ini,” jelasnya. Keunggulan Penerjemah Manusia “Orang yang memiliki kemampuan bahasa asing pada analytical level cenderung mampu memahami budaya di balik bahasa,” jelas Malik. Ia menekankan bahwa kemampuan ini memberi keunggulan signifikan dibanding mesin penerjemah. Mengutip berbagai penelitian, Malik menunjukkan manfaat lain dari kemampuan dwibahasa. “Penelitian dari Universitas New York, Northwestern, dan York Toronto membuktikan bahwa kemampuan bilingual memperkuat daya ingat, kreativitas, dan kemampuan multitasking,” tuturnya. “Bahkan dari sisi kesehatan, kemampuan dwibahasa terbukti dapat memperlambat penyakit neurologis seperti demensia dan alzheimer. Ini adalah keunggulan yang tidak bisa digantikan teknologi,” tambahnya. Diklat 38 jam pelajaran yang berlangsung hingga 17 November ini diharapkan dapat membantu guru mengembangkan metode pengajaran yang mengoptimalkan kemampuan manusia dalam memahami bahasa Arab secara mendalam, melampaui kemampuan mesin penerjemah. [adm]
Tiga Dekade Mengabdi, Dosen Sastra Arab UNS Raih Satyalancana Karya Satya
SURAKARTA, SASTRA ARAB UNS — Setelah 30 tahun mengabdikan diri sebagai abdi negara, Dr. Suryo Ediyono, M.Hum., dosen Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS), menerima Penghargaan Satyalancana Karya Satya. Penghargaan diserahkan langsung oleh Rektor UNS, Prof. Dr. Hartono, dr., M.Si. di Gedung Ki Hadjar Dewantara Tower UNS, Selasa (12/11/2025). “Waktu begitu cepat berlalu,” kenang pria asal Jepara ini saat menerima penghargaan. Suryo memulai kariernya di Universitas Hasanuddin Makassar sebelum akhirnya melanjutkan pengabdian di UNS. Saat ini, lulusan S1, S2, dan S3 Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menjabat sebagai Ketua Komisi Senat Riset, Inovasi, dan Kerjasama Fakultas Ilmu Budaya UNS. Dalam kesehariannya, Suryo yang berdomisili di Yogyakarta menempuh perjalanan pulang-pergi ke Solo demi menjalankan tugasnya sebagai pengajar. Keberadaan istrinya yang bekerja sebagai tenaga kependidikan di UGM turut mendukung aktivitasnya di dunia pendidikan. “Saya merasa bangga dan bersyukur atas kesempatan mengabdi selama ini,” ujar dosen pengampu mata kuliah kebudayaan dan filsafat ini. Kepada dosen-dosen muda, Suryo memberikan pesan bermakna. “Manfaatkan kesempatan yang ada untuk maju dan sukses selagi terbuka. Lakukan hal-hal positif yang bermanfaat,” pesannya. Satyalancana Karya Satya adalah tanda kehormatan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam melaksanakan tugasnya. [adm]
Merawat Manuskrip Nusantara Bersama Pustakawan Perpusnas Alumni Sastra Arab UNS
Ketika sebagian orang menganggap naskah kuno hanya tumpukan kertas usang, Fatkhu Rohmatin justru melihatnya sebagai jendela masa lalu yang berharga. Di ruang kerjanya di Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas), alumni Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS) asal Ngawi ini menekuni lebih dari ribuan naskah kuno, mengungkap rahasia-rahasia yang tersimpan dalam aksara dan bahasa masa lampau. Perjalanan Fatkhu ke dunia pernaskahan berawal dari pengalaman magangnya di Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal (BQMI) semasa kuliah. “Ketertarikan ini yang akhirnya memantik saya mengikuti tes CPNS Perpusnas tahun 2018,” kenang alumni angkatan 2012 ini. Berkat latar belakang sastranya, ia ditempatkan di Kelompok Substansi Pengelolaan Naskah Nusantara. Lebih dari Sekadar Pustakawan “Menjadi pustakawan ternyata tidak seperti yang saya bayangkan, sekadar duduk-duduk dan menata koleksi,” ungkapnya. Di Perpusnas, Fatkhu menjalankan peran ganda: sebagai filolog, penerjemah, editor jurnal, peneliti, hingga pembicara di forum internasional. Bersama tim yang terdiri atas berbagai latar belakang sastra seperti Bali, Batak, Bugis, Belanda, dan Jawa, ia melayani peminjaman naskah kuno, membimbing peneliti, dan mengalihaksarakan naskah agar bisa dinikmati masyarakat luas. Membawa Khazanah Nusantara hingga Qatar dan Arab Saudi Keahliannya dalam bahasa Arab membuka beragam kesempatan berharga. Fatkhu dipercaya membawa manuskrip nusantara hingga ke Qatar dan Arab Saudi. “Ini kesempatan luar biasa untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia memiliki tradisi keilmuan yang kaya,” tuturnya. Ia juga berkolaborasi dengan pakar internasional. “Saya berkesempatan berkenalan dan bertukar ilmu dengan reviewer Jumantara dari British Library, University of Hawaii, SOAS University, hingga Universitas Cologne,” ceritanya antusias. Ilmu dari Sastra Arab UNS menjadi modal berharga bagi Fatkhu. “Mata kuliah penerjemahan dan gramatika Arab sangat membantu dalam alih aksara dan alih bahasa naskah kuno. Begitu juga dengan mata kuliah filologi dan kajian sastra,” jelasnya. “Kemampuan bahasa Inggris dan pengetahuan budaya Timur Tengah juga krusial, terutama saat pameran di luar negeri. Pustakawan dengan spesialisasi naskah Arab sering diikutkan dalam pameran di wilayah Timur Tengah,” tambahnya. Pesan untuk Mahasiswa Sastra Arab “Amazing. Saya senang bisa bekerja di bidang yang sesuai dengan keilmuan dan passion saya,” ungkap Fatkhu. Kepada calon pustakawan muda, ia berpesan, “Biasakan membaca Arab gundul, Arab pegon, Arab Jawi, dan turunan aksara Arab lainnya yang ada di Nusantara. Jangan jenuh membaca dan menerka.” Di tangan putri Ngawi ini, naskah-naskah kuno tidak lagi menjadi artefak yang terlupakan. Setiap lembar yang ia tekuni adalah kisah yang siap dibagikan kepada dunia, membuktikan bahwa warisan intelektual nusantara layak mendapat tempat di panggung internasional. [adm]
Terbitkan Belasan Buku, Alumni Sastra Arab UNS Pilih Berkarier di Dunia Anak
SURAKARTA, SASTRA ARAB UNS — Dunia penulisan buku anak ternyata menjadi ladang berkarya yang menjanjikan bagi lulusan Sastra Arab. Hal ini dibuktikan oleh Tiara Arumsari, alumni Universitas Sebelas Maret (UNS) yang telah melahirkan lebih dari 15 buku anak sejak bergabung dengan Penerbit Ziyad Visi Media (Ziyadbooks) Solo. “Menulis untuk anak-anak itu seni tersendiri. Kita harus menyampaikan pesan dengan kalimat yang singkat namun tetap mudah dimengerti,” ungkap editor sekaligus penulis asal Andong, Boyolali ini. Passion dalam Menulis Tiara tidak langsung terjun ke dunia penulisan anak. Awalnya, alumni angkatan 2014 ini bekerja sebagai editor buku pelajaran agama Islam dan bahasa Arab. “Setelah dua tahun, saya ingin mencoba hal baru. Namun takdir membawa saya ke penulisan buku anak, dan ternyata di sinilah passion saya,” kenangnya. “Menyenangkan dan sangat bersyukur bisa menulis karya yang bermanfaat bagi anak-anak. Menulis untuk anak juga terus mengasah kemampuan berbahasa kita,” tambahnya. Di era digital, menulis buku anak justru memiliki prospek menjanjikan. “Kebutuhan literasi anak akan terus ada. Orang tua selalu membutuhkan referensi bacaan untuk mendidik anak-anak mereka,” jelas Tiara.Buku anak juga terus berevolusi. “Sekarang ada buku digital, buku berfitur pop up, dan buku lift the flap. Ini membuktikan bahwa buku anak tidak akan ketinggalan zaman,” tambahnya. Latar belakang Sastra Arab ternyata memberi nilai plus dalam menulis buku anak. “Kemampuan penerjemahan kosakata Indonesia-Arab, pemahaman transliterasi huruf hijaiyah, dan pengetahuan sejarah Islam sangat membantu, terutama saat menulis cerita anak islami,” tuturnya. Tips Sukses Menulis Buku Anak Bagi yang tertarik menjadi penulis buku anak, Tiara memberikan beberapa tips. “Pertama, perbanyak membaca referensi buku anak. Kedua, latih kemampuan mengolah kata dan kalimat yang sesuai untuk anak-anak. Terakhir, cari tema-tema unik yang disukai anak,” sarannya. “Yang terpenting adalah konsistensi dan terus belajar. Menulis untuk anak membutuhkan kepekaan dan kesabaran ekstra,” tutup Tiara, yang kini terus aktif menghasilkan karya-karya baru untuk pembaca ciliknya. [adm]
Jadi Auditor BPK, Alumni Sastra Arab UNS Ceritakan Peran Bahasa Arab dalam Pemeriksaan Keuangan
SURAKARTA, SASTRA ARAB UNS — Latar belakang Sastra Arab tak menghalangi Tamara Gissela berkarier di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Alumni Universitas Sebelas Maret (UNS) angkatan 2013 ini kini menjabat sebagai Pemeriksa Ahli Pertama di BPK Perwakilan Provinsi Lampung. “Banyak tantangan yang harus dihadapi, seperti mempelajari hal-hal baru yang tidak linier dengan jurusan kita. Contohnya akuntansi, hukum, teknik sipil, dan ekonomi pembangunan,” ungkap perempuan asal Jakarta ini. Peran Bahasa Asing di BPK Meski terkesan tidak berhubungan, kemampuan bahasa asing ternyata sangat dibutuhkan di BPK. “Kami melakukan pemeriksaan pada kementerian dan lembaga seperti Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Agama yang banyak kontraknya menggunakan bahasa asing. Ada juga pemeriksaan di luar negeri,” jelasnya. Tamara menambahkan, latar belakang Sastra Arab berperan penting saat melakukan pemeriksaan yang membutuhkan pengetahuan khusus. “Misalnya saat pemeriksaan terkait penyelenggaraan haji,” ujarnya. Sebagai lembaga negara, BPK memiliki perwakilan di seluruh provinsi Indonesia. “Penempatan ditentukan berdasarkan kebutuhan organisasi. Untungnya, kantor BPK semuanya berada di ibu kota provinsi. Hanya saat pemeriksaan saja diharuskan ke kabupaten-kabupaten,” jelasnya. Tips Sukses Seleksi Bagi yang tertarik mengikuti jejaknya, Tamara memberikan tips sederhana. “Perbanyak latihan soal, atur waktu pengerjaan dengan baik, dan jangan lupa perbanyak jalur langit,” ujarnya. Yang terpenting, menurut Tamara, adalah kemampuan menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. “Work-life balance sangat penting dalam menjalani profesi ini,” tegasnya. Kisah Tamara membuktikan bahwa lulusan Sastra Arab memiliki peluang berkarier yang luas, bahkan di institusi yang tidak secara langsung berhubungan dengan bahasa Arab. “Yang penting adalah kemauan untuk terus belajar dan beradaptasi dengan hal-hal baru,” pungkasnya. [adm]
Buktikan Sarjana Non-Pendidikan Bisa Jadi Guru PNS, Alumni Sastra Arab: “Jangan Jadi Guru Biasa”
SURAKARTA, SASTRA ARAB UNS — “Menjadi guru bukan cita-cita awal saya, tapi minat itu tumbuh selama kuliah,” ungkap Rosi Dwi Sovani, alumni Sastra Arab Universitas Sebelas Maret (UNS) yang kini menjadi guru PNS di MI Negeri 1 Boyolali. Alumni angkatan 2014 ini membuktikan bahwa sarjana non-kependidikan pun bisa sukses berkarier sebagai pendidik. Perjalanan Rosi menjadi guru PNS berawal dari rasa penasaran. “Oktober 2018, tepat setelah wisuda, saya coba mendaftar CPNS untuk mengetahui sistem dan alur pendaftarannya,” kenang perempuan asal Grobogan ini. Saat itu, ia sedang menempuh S2 di UIN Raden Mas Said Surakarta. “Kebetulan di Kemenag ada formasi Guru Bahasa Arab yang bisa diisi lulusan Sastra Arab. Saya tidak ragu mendaftar karena sudah jelas tertulis dalam persyaratan,” jelasnya. Di luar dugaan, Rosi lulus di percobaan pertama dan ditempatkan di MI Negeri 2 Pati. Guru yang Menginspirasi “Jangan jadi guru yang biasa-biasa saja. Jadilah guru yang luar biasa agar bisa menginspirasi anak-anak didik,” tegas Rosi yang kini aktif di dunia kepenulisan. Prestasinya termasuk menulis jurnal pendidikan, menjadi pembicara seminar nasional Kemenag, meraih beasiswa LPDP non-gelar, dan terpilih sebagai penulis soal AKMI (Asesmen Kompetensi Madrasah Indonesia) tingkat nasional. Mata kuliah di Sastra Arab UNS seperti Nahwu, Shorof, Balaghah, dan Percakapan Arab sangat menunjang profesinya. “Saat ini, semua guru wajib mengikuti PPG untuk mendapatkan Sertifikat Pendidik, baik dari prodi pendidikan maupun non-pendidikan,” jelasnya. Tips Sukses CPNS Bagi yang berminat mengikuti jejaknya, Rosi menyarankan untuk selalu update informasi tipe soal terbaru SKD dan SKB. “Belajar materi penting, tapi yang lebih penting adalah banyak latihan soal untuk melatih bernalar kritis,” ujarnya. Untuk SKB formasi guru Kemenag, ia menjelaskan ada tiga tahap: psikotest, microteaching, dan wawancara. “Saat wawancara, tunjukkan minat yang tinggi sebagai calon guru, baik posisi di sekolah maupun di masyarakat,” sarannya. Pesan untuk Calon Guru “Ketika memutuskan menjadi guru, jadikan diri dan ruhmu sebagai pendidik yang tulus,” pesan Rosi. Menurutnya, guru tidak hanya mengajar materi, tapi juga mendidik adab dan akhlak. “Saya bangga dan bahagia menjadi bagian dari usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Meski tidak mudah menghadapi berbagai kondisi peserta didik dan dinamika sistem kurikulum, setidaknya ilmu yang saya dapat bisa bermanfaat bagi anak-anak didik,” tutupnya. Kesuksesan Rosi membuktikan bahwa gelar Sastra Arab bisa menjadi pintu masuk ke dunia pendidikan, asalkan dibekali minat yang kuat dan komitmen untuk terus berkembang. [adm]
Grup Riset Kajian Timur Tengah UNS Latih Siswa Madrasah Muallimaat Yogyakarta Baca Teks Arab Gundul
YOGYAKARTA, SASTRA ARAB UNS — Grup riset (research grup) Kebudayaan Timur Tengah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) menggelar pelatihan membaca teks Arab gundul di Madrasah Muallimaat Muhammadiyah Yogyakarta. Pelatihan empat hari ini bertujuan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami referensi Islam klasik. “Banyak buku referensi hukum Islam ditulis tanpa harakat atau ‘gundul’. Sayangnya, masih banyak santri di pondok pesantren modern yang kesulitan membacanya meski telah belajar ilmu Nahwu dan Sharaf,” ujar ketua tim pengabdian, Ahmad Jazuli, S.S., M.A., Rabu (6/11/2024). Permasalahan serupa juga dialami siswa Madrasah Muallimaat Muhammadiyah Yogyakarta. “Pembelajaran Nahwu dan Sharaf selama ini lebih banyak mengandalkan hafalan dan pemahaman kaidah, tanpa praktik langsung pada teks Arab,” jelasnya. Empat Hari Intensif Pelatihan dirancang dengan skema pembelajaran yang sistematis. Hari pertama, siswa dibekali materi pengenalan fungsi ilmu Nahwu dan Sharaf yang dikemas secara menarik, dilanjutkan dengan pretest untuk mengukur pemahaman awal. “Di hari kedua, kami membimbing siswa berlatih membaca teks Arab gundul dengan benar berdasarkan kaidah Nahwu dan Sharaf. Hari ketiga fokus pada praktik memberi harakat,” paparnya. Pelatihan ditutup dengan postest dan evaluasi bersama di hari keempat. “Hasilnya menunjukkan peningkatan signifikan dibanding pretest. Ini membuktikan metode pembelajaran yang kami terapkan berhasil,” tambahnya. Pentingnya Praktik Langsung Menurut tim pengabdi, kunci keberhasilan pelatihan ini terletak pada pendekatan praktis. “Siswa tidak hanya menghafal kaidah, tapi langsung mempraktikkannya pada teks Arab gundul,” jelasnya.“Kami berharap metode ini bisa menjadi contoh pembelajaran Nahwu dan Sharaf yang efektif dan menarik bagi madrasah-madrasah lain,” tutupnya. Pelatihan yang diikuti puluhan siswa ini merupakan bagian dari program pengabdian masyarakat FIB UNS dalam meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Arab di Indonesia. [JAZ]