Naskah tentu tidak asing bagi para khalayak umum, terutama sastrawan atau akademisi di bidang budaya. Pengertian naskah yang kami pahami, yakni karya tulis atau hasil cipta manusia yang diperoleh bisa dari tangan, ketikan, bahkan salinan menggunakan alat teknologi yang sudah berkembang pada saat ini. Selain itu, naskah dapat dikatakan ‘kuno’ atau manuskrip ketika naskah tersebut sudah berusia 50 tahun atau lebih dan ditulis menggunakan tangan manusia. Dan biasanya naskah kuno memuat informasi yang penting tentang kehidupan masyarakat di masa lampau, seperti sosial, politik, ekonomi, budaya, bahkan tentang rahasia kesehatan orang-orang dahulu. 

Naskah – naskah kuno di Indonesia banyak ragam variasi penulisannya, misalnya ada yang ditulis menggunakan bahasa arab asli, ada yang menggunakan huruf Jawi (ditulis menggunakan bahasa arab tapi dibaca dengan bahasa melayu), dan ada juga yang menggunakan huruf Pegon (ditulis menggunakan bahasa arab tapi dibaca dengan berbahasa daerah).

Alhamdulillah, kami dari mahasiswa Sastra Arab berkesempatan untuk mencari naskah kuno di perpustakaan atau museum – museum tertentu. Kami mendapat amanat tugas tersebut karena berkaitan dengan salah satu disiplin ilmu pada semester 5, yakni Filologi. Setelah berdiskusi panjang, maka kami pun memutuskan untuk mencari di Perpustakaan Masjid Agung Surakarta pada siang hari yang terik sekitar pukul 1. 

Setibanya disana, kami menemukan beberapa naskah yang terbilang sudah cukup tua dan banyak yang mengandung tentang informasi yang penting. Informasi penting itu banyak yang menyangkut masalah tauhid, fiqih, maupun perpolitikan pada masa kejayaan Islam di tanah Arab. Misalnya pada naskah IHYĂ ‘ULŪM  ĀL-DĪN Jilid ke-6 itu bertuliskan arab pegon dengan berisikan 722 halaman yang dikarang oleh Abu Hamid Al-Ghazali. Kondisi naskah yang diterima oleh Madrasah Mambaul Ulum pada tahun 1927 tersebut sudah terbilang rapuh, ditambah halaman depan berlobang.  Selain naskah yang telah kami jelaskan tadi, naskah-naskah kuno lainnya menggunakan bahasa arab tentunya. Meskipun, pada penulisan naskah tersebut menggunakan aksara pegon dan juga beberapa rubrikasi agar dapat lebih mudah dimengerti masyarakat jawa pada masa itu, khususnya Solo. 

Naskah yang terbuat dari kertas eropa tersebut mulanya digunakan oleh Susuhunan Pakubuwono IV untuk menyebarkan pengaruh Islam yang sedang berkembang pada masa itu. Sang sultan sangat memperhatikan anggaran dananya untuk belanja pegawai dan keperluan masjid termasuk naskah kuno yang ada. Sang sultan juga memerlukan naskah kuno untuk mengatur masalah ‘teknis’ tentang waktu-waktu ibadah, seperti shalat 5 waktu dan 2 hari raya. 

Kami cukup puas dengan ketersediaan naskah yang ada dan kami juga  sangat mengapresiasi perawatan yang dilakukan oleh pemerintah setempat maupun instansi yang bersangkutan. Ya… Walaupun, naskah yang terdapat di Perpustakaan Masjid Agung tergolong sedikit dari naskah-naskah kuno yang terdapat di seluruh penjuru Solo kami tetap bersyukur masih bisa menemukan naskah-naskah kuno sesuai dengan apa yang kita harapkan, yakni naskah kuno yang berjenis bahasa arab pegon.

Penulis:

Nashiruddin Dzaki Ramadhan, Nabila Wantika Maharani, Samah Afra Nuha, Shalsabila Nurmalasari, dan Zakiyatun Nur Saidah.