Lima mahasiswa Sastra Arab UNS mengubah passion menjadi bisnis lewat warung kopi yang mengusung konsep slowbar dan sastra. Program Wirausaha Baru Mahasiswa (WIBAWA) dari Direktorat Alumni dan Kewirausahaan Mahasiswa UNS memberi jalan bagi mereka mewujudkan Dialogakopi.
Malam mulai turun di sekitar kawasan kampus Universitas Sebelas Maret (UNS). Satu per satu lampu mulai menyala. Di sebuah bangunan yang menyerupai rumah tidak jauh dari kampus, aroma kopi tercium. Dialogakopi, warung kopi rintisan lima mahasiswa Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya, angkatan 2024, baru saja membuka pintunya.
Taqiuddin Zuhdi, ketua kelompok usaha ini, masih sibuk menyiapkan peralatan di balik konter. Pemuda asal Karanganyar itu bukan barista sembarangan. Pengalamannya di dunia kopi sudah terasah sejak lama, jauh sebelum ia memutuskan mewujudkan mimpi memiliki warung kopi sendiri.
“Saya secara pribadi memiliki pengalaman di bidang kopi dan barista, dan hobi yang saya gemari semenjak kecil adalah berbisnis,” ujar Taqiuddin.
Titik balik terjadi saat ia menghadiri sebuah seminar bisnis. Di sana, Taqiuddin mendapat pencerahan bahwa bisnis paling aman adalah yang dijalankan dengan konsep brick and mortar, bisnis dengan tempat fisik tetap sebagai sarana transaksi.
“Dengan pengalaman dan skill yang saya miliki, saya memikirkan sebuah ide yaitu membangun sebuah warung kopi kecil dan menjadikannya impian atau target yang harus saya usahakan,” kenangnya.
Pilihan jatuh pada bisnis kopi bukan tanpa alasan. Fenomena kafe sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup mahasiswa dan anak muda masa kini.
“Tidak bisa dipungkiri bahwa kafe atau kopi sudah menjadi tren dan gaya hidup baru bagi anak-anak muda untuk sekadar nugas, nongkrong, diskusi,” kata Taqiuddin. Ia melihat peluang di tengah maraknya warung kopi yang bermunculan.
Konsep Slowbar dan Sentuhan Sastra
Namun, Dialogakopi tidak ingin sekadar menjadi warung kopi biasa. Dari namanya saja sudah tersirat konsep yang ingin diusung, yakni dialog. “Dialoga kopi berasal dari kata dialog. Kami membangun konsep slowbar dengan barista sebagai teman bincang,” jelas Taqiuddin.
Di Dialogakopi, pelanggan tidak hanya membeli kopi, tetapi juga mendapat ruang untuk berbincang, merenung, bahkan berdiskusi dengan barista yang berperan lebih dari sekadar pembuat minuman.
Sentuhan sastra pun tak luput dari perhatian. Latar belakang kelima anggota kelompok sebagai mahasiswa Sastra Arab memberi warna tersendiri. “Kami juga membawa konsep sastra dengan memberikan sentuhan kata pada cup coffee dan juga menyediakan buku sebagai sarana literasi,” tambah Taqiuddin.
Ke depan, ambisi mereka tak berhenti di situ. Dialogakopi berencana merutinkan kegiatan bedah buku, ruang diskusi, bahkan ruang belajar bahasa, mulai dari bahasa Arab hingga bahasa isyarat. Visi ini sejalan dengan semangat literasi yang ingin mereka tanamkan di tengah komunitas mahasiswa.
Yang tak kalah menarik, Dialogakopi memasang harga yang bersaing dan terjangkau bagi kantong mahasiswa. “Kami juga bersaing dengan harga pasar agar lebih mudah dijangkau oleh mahasiswa karena mereka adalah target pasar utama kami,” ujar Taqiuddin.

Dari Hibah hingga Soft Opening
Dialogakopi tidak lahir begitu saja. Kelima mahasiswa ini, Taqiuddin Zuhdi, Vitra Raffael Aqila, Ghaffari Nashwan, Alif Sumba, dan Pertiwi Mubarokah, mendapat angin segar dari kampus lewat program Wirausaha Baru Mahasiswa (WIBAWA) yang diselenggarakan Direktorat Alumni dan Kewirausahaan Mahasiswa (DAKM) UNS. Program WIBAWA bertujuan menumbuhkan jiwa kewirausahaan kepada mahasiswa sekaligus memberikan stimulus melalui hibah.
“Alhamdulillah, kami mendapatkan support dari kampus. Saya merasakan memiliki privilege dari kampus yang mendukung penuh mahasiswanya untuk berwirausaha,” kata Taqiuddin dengan nada syukur.
Dukungan kampus bukan hanya sekadar retorika. Hibah WIBAWA memberi mereka modal awal untuk mewujudkan impian. Sebelum membuka tempat fisik, mereka mengawali bisnis dengan berjualan di berbagai event dan sistem pre-order. Respons pasar cukup menggembirakan.
Pada 12 November 2025, Dialogakopi akhirnya menggelar soft opening. Tempat yang mereka pilih adalah sebuah bangunan menyerupai rumah, tidak jauh dari kampus, berlokasi di Jalan Berseri Nomor 3, Gulon, Jebres. “Kami berusaha mencari tempat yang dekat dengan kampus agar mudah dijangkau, dan kebetulan kami mendapatkan tempat seperti rumah yang menjadikannya lebih bernuansa kekeluargaan,” jelas Taqiuddin.
Grand opening dijadwalkan pada 21 November 2025, tepat sembilan hari setelah soft opening. Waktu singkat itu digunakan untuk evaluasi dan penyempurnaan operasional.
Membagi Peran, Menjaga Kuliah
Menjalankan bisnis sambil kuliah bukanlah perkara mudah. Namun, kelima mahasiswa ini tampak punya strategi jitu. Mereka membagi tugas dengan rapi. Semua anggota berperan sebagai barista, namun masing-masing punya tanggung jawab tambahan. Ada yang jadi koordinator, penanggung jawab produksi dan bahan baku, pengatur tata tertib dan jadwal, serta manajer pemasaran dan iklan.
“Kami membuka bisnis ini dengan operasional pada malam hari, dan juga sistem shift per hari sehingga kesannya menjadi pekerjaan paruh waktu atau part time dan sama sekali tidak mengganggu perkuliahan,” ujar Taqiuddin.
Keputusan operasional malam hari adalah langkah cerdas. Siang hari mereka bisa fokus kuliah, sementara malam hari adalah waktu prime time mahasiswa mencari tempat nongkrong atau mengerjakan tugas. Sistem shift memastikan tidak ada yang terbebani dan semua bisa seimbang antara akademik dan bisnis.
Orientasi Jangka Panjang
Berbeda dengan kebanyakan bisnis mahasiswa yang berumur pendek, Dialogakopi punya visi jauh ke depan. “Orientasi kami memang tidak hanya terbatas dalam jangka waktu ketika kami menjadi mahasiswa. Kami bahkan berharap agar bisnis ini ke depannya bisa melakukan ekspansi entah dari segi tempat maupun cabang,” kata Taqiuddin dengan penuh keyakinan.
Ambisi itu bukan sekadar mimpi kosong. Dengan fondasi yang kuat, konsep unik, target pasar jelas, dan dukungan kampus, Dialogakopi berpeluang tumbuh menjadi bisnis yang berkelanjutan.
Taqiuddin juga punya pesan untuk mahasiswa lain. “Saat ini, mencari pekerjaan tidak mudah. Semoga kegiatan seperti ini menjadi motivasi yang kuat khususnya untuk mahasiswa untuk berani dan sukses pada langkahnya sendiri, yaitu berani berwirausaha,” katanya.
Model Perguruan Tinggi Progresif
Langkah UNS lewat DAKM dan program WIBAWA menunjukkan peran perguruan tinggi di era modern. Kampus tidak cukup hanya mengajarkan teori di kelas, tetapi harus aktif membuka jalan bagi mahasiswanya menghadapi tantangan dunia kerja yang semakin kompetitif.
Ucapan terima kasih ia sampaikan kepada DAKM UNS yang telah memberi peluang. “Support hingga kami dapat memulai langkah kami untuk berwirausaha,” ujarnya.
Program seperti WIBAWA juga menjawab tatangan bahwa lulusan perguruan tinggi tidak hanya menjadi pencari kerja, melainkan pencipta lapangan kerja. Dengan membekali mahasiswa sejak dini untuk berwirausaha, kampus turut menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih sehat.
Malam semakin larut. Di Dialogakopi, beberapa pengunjung mulai berdatangan. Ada yang datang untuk mengerjakan tugas, ada yang sekadar ingin ngobrol santai sambil menikmati kopi. Taqiuddin dan kawan-kawan sibuk melayani dengan senyuman hangat.
Secangkir kopi memang sederhana. Tetapi di tangan lima mahasiswa Sastra Arab ini, secangkir kopi bisa menjadi pintu dialog, jembatan literasi, dan langkah awal menuju masa depan yang lebih baik. [adm]









