Semarang – Banyak orang mengira bahwa akademisi seperti dosen hanya berhubungan dengan kegiatan mengajar. Padahal, mereka dan para peneliti juga dituntut untuk melakukan riset ilmiah. Tak berhenti di situ, mereka juga diharuskan untuk menyampaikan hasil risetnya melalui publikasi ilmiah. Sayangnya, data dari Research Integrity Index (RI²) menunjukkan adanya 13 universitas di Indonesia yang masuk ke dalam daftar perguruan tinggi dengan integritas penelitian yang diragukan. Mendengar hal tersebut, dosen Sastra Arab UNS, Dr. Muhammad Yunus Anis, S.S., M.A., diundang pada acara “Writing Camp dan Klinik Manuskrip” oleh Program Studi Pendidikan Sastra Arab Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (UNNES) untuk membekali para akademisi tentang publikasi ilmiah yang ideal.
Sebelum Memulai Tulisan
Ada satu langkah sebelum memulai penulisan yang banyak dilupakan oleh banyak orang. Agar hasil riset dapat disajikan dalam bentuk tulisan publikasi ilmiah, penulis perlu mengetahui dan merenungkan tentang kelebihan dan kekurangan dirinya. Selain itu, ia juga harus memahami betul tentang hasil risetnya. Ia juga harus yakin dan mengetahui alasan kuat mengapa risetnya akan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Kegiatan ini dapat disebut sebagai ”Evaluasi Diri”.
Struktur dan Komposisi yang Ideal
Setelah melakukan evaluasi diri, penulis dapat mulai melakukan kegiatan menulisnya. Agar hasil riset dapat disajikan secara terstruktur, ada pola khusus yang dapat dijadikan pedoman dalam tulisannya tersebut. Menurut Yunus, artikel ilmiah yang ideal mengikuti pedoman IMRD (Introduction, Methods, Results, Discussion) dengan proporsi penulisan yang seimbang. Proporsi tersebut meliputi 10% pendahuluan, 15% metode, 35% hasil, dan 35% pembahasan, sementara kesimpulan dan daftar pustaka dapat digunakan untuk melengkapi kerangka tersebut.
Struktur artikel yang baik juga dapat diperindah dengan penggunaan judul yang tepat. Judul artikel yang baik harus kuat, ringkas, dan informatif, serta menghindari istilah klise seperti “studi perbandingan” atau “pengaruh variabel”. Abstrak juga perlu disusun dengan cermat karena menjadi bagian yang paling sering dibaca setelah judul.
Jurnal Rujukan Turut Menentukan
Jurnal yang dijadikan landasan dalam menyampaikan gagasan juga harus dipilah dengan baik. Berbagai aspek jurnal perlu diperhatikan. Mulai dari substansi, gaya penulisan, hingga sumbernya. “Scimago Journal Rank (SJR)” dapat dijadikan sebagai platform rujukan untuk mencari jurnal bereputasi. Agar terbiasa mengenal gaya dan standar publikasi, ada satu strategi sederhana yang dapat diterapkan, yaitu “satu hari satu jurnal, satu hari satu abstrak”.
Cara Penyajian Data Perlu Diperhatikan
Bagaimana masakan lezat yang disajikan tanpa cara yang tepat, artikel ilmiah kurang berkualitas jika cara penyampaian datanya tidak tepat. Ini menjadi kesalahan yang sering dilakukan oleh penulis pemula. Banyak penulis pemula cenderung menyalin data mentah ke dalam artikel. Padahal, hasil penelitian harus disajikan secara naratif, sistematis, dan diperkuat oleh ilustrasi berupa tabel atau grafik. “Pembahasan tidak sekadar menarasikan data, tetapi memberi tafsir, mengaitkan dengan teori, serta menunjukkan kontribusi temuan,” kata Yunus.
Optimalisasi E-Resources
Terakhir, sumber daya digital (e-resources) juga harus dimanfaatkan. Sumber daya ini dapat dimanfaatkan untuk mengecek plagiarisme serta penggunaan kecerdasan buatan dalam penulisan. Jangan sampai teknik penulisan sudah tepat, namun integritas akademik malah dipertanyakan.
Materi oleh Yunus ini membuktikan bahwa keterampilan menulis bukanlah suatu hal yang diwariskan sejak lahir. Namun, keterampilan tersebut dapat dimiliki jika terus diasah dengan upaya yang baik. UNNES dan UNS berharap para akademisi mampu menghasilkan publikasi berkualitas internasional, sekaligus berkontribusi memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. “Menulis itu proses panjang, tetapi dengan disiplin dan strategi, publikasi di jurnal bereputasi bukan lagi sekadar mimpi,” pungkas Yunus. [mya]