SURAKARTA, SASTRA ARAB UNS — “Pencak silat bukan sekadar ilmu bela diri, melainkan filosofi hidup yang mengajarkan manusia untuk mengenali jati diri,” ujar Dr. Suryo Ediyono, M.Hum., dosen Filsafat dan Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) dalam siaran podcast “Jagongan” Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta, Jumat (25/10/2024).
Suryo, yang telah mencapai level pendekar, menjelaskan makna filosofis di balik ungkapan “musuh jangan dicari, kalau ketemu jangan lari” yang menjadi pedoman dalam pencak silat. “Filosofi ini melambangkan bahwa silat sejatinya adalah seni membela diri, bukan mencari musuh. Penggunaannya hanya untuk saat-saat terdesak,” jelasnya kepada Roy Rohim, host acara tersebut.
Ketertarikan Suryo pada pencak silat bermula dari masa SMA, ketika dia terkesan melihat pesilat yang memiliki kekebalan tubuh. Minat ini kemudian berlanjut hingga jenjang akademik. “Saya menjadikan pencak silat sebagai tema penelitian sejak skripsi, tesis, hingga disertasi,” ungkap pakar kajian silat ini.
Dalam pandangannya, pencak silat memiliki hubungan erat dengan fitrah manusia. “Sejak lahir, manusia sebenarnya telah dibekali kemampuan bela diri alamiah. Contohnya, bayi akan menangis untuk mengomunikasikan bahwa ada sesuatu yang terjadi pada dirinya,” paparnya.
“Jagongan” merupakan program kerja sama RRI Surakarta dengan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNS yang menghadirkan berbagai topik budaya dan kearifan lokal. Melalui program ini, nilai-nilai filosofis pencak silat diharapkan dapat lebih dipahami masyarakat luas.
“Mempelajari pencak silat bukan hanya tentang teknik bertarung, tetapi juga tentang bagaimana mengenali dan mengendalikan diri,” tutup Suryo, menekankan pentingnya aspek spiritual dalam seni bela diri tradisional ini. [adm]